Jumat, 25 April 2025

Puncak Warisan Destinasi Wisata, Jangan Gunakan Ego Sektoral

NEWSPuncak Warisan Destinasi Wisata, Jangan Gunakan Ego Sektoral

PristiwaNews | PUNCAK – Sejauh mata memandang, Puncak masih menyuguhkan hamparan kebun teh, udara dingin, dan lanskap hijau yang memanjakan mata. Namun, di balik keindahan tersebut, tanah perlahan kehilangan daya resap. Kemacetan menjadi pemandangan harian, sementara vila dan bangunan wisata terus merangsek ke kawasan konservasi.

“Kalau kita terus berpikir sektoral, tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan, budaya, dan pembangunan yang benar, Puncak hanya akan tinggal cerita,” ujar Joe Salim, Kepala Divisi Ekonomi dari Karukunan Wargi Puncak, komunitas lokal yang fokus pada pelestarian alam dan lingkungan.

Konsep wisata yang ditawarkan komunitas ini menjadi jalan tengah:

memadukan wisata alam dan budaya dengan pendekatan ramah lingkungan serta pemberdayaan masyarakat. Tidak ada yang dikorbankan alam dijaga, budaya dilestarikan, dan ekonomi lokal tumbuh.

Melawan Arus Eksploitasi

Joe dan komunitasnya menawarkan model pengelolaan yang jelas. Zonasi kawasan wisata diterapkan secara ketat untuk menghindari eksploitasi berlebihan. Program penghijauan dan pengolahan sampah berbasis prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) digalakkan.

Masyarakat lokal dilibatkan secara aktif sebagai pelaku utama, mulai dari pengrajin hingga penyelenggara festival budaya. Fasilitas wisata tidak lagi dibangun secara masif, melainkan menggunakan material lokal dan teknik konstruksi yang berkelanjutan. Mobilitas wisatawan juga diarahkan ke moda ramah lingkungan seperti shuttle listrik dan jalur pedestrian.

“Pariwisata jangan sampai menjadi alat perusak ruang. Justru sebaliknya, ia harus menjadi alat konservasi, dan masyarakat lokal adalah aktor utamanya,” tegas Joe.

Tantangan dan Jalan Terjal

Namun, mewujudkan visi ini tidak mudah. Kesadaran wisatawan terhadap isu lingkungan masih rendah. Banyak pengunjung datang hanya untuk berswafoto, tanpa peduli pada sampah atau dampak aktivitas mereka terhadap alam sekitar.

Dari sisi pembiayaan, pembangunan infrastruktur hijau membutuhkan investasi awal yang cukup besar. Untuk itu, diperlukan keterlibatan sektor swasta melalui skema investasi hijau dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Pada saat yang sama, kehadiran regulasi yang tegas serta pengawasan dari pemerintah menjadi hal yang mutlak agar prinsip keberlanjutan tidak dikorbankan demi keuntungan jangka pendek.

Dari Puncak, Untuk Indonesia

Bagi Joe dan rekan-rekannya, upaya ini bukan sekadar menyelamatkan Puncak. Lebih dari itu, mereka berharap kawasan ini dapat menjadi preseden baik bagi pengelolaan destinasi wisata lainnya di Indonesia yang menghadapi dilema serupa: antara ekonomi dan ekologi.

“Ini bukan tentang menolak pengembangan wisata, tetapi soal bagaimana mengarahkannya agar tetap lestari. Jika kita bisa membuktikannya di Puncak, mungkin ini akan menjadi sejarah baru di mana pembangunan wisata yang benar dapat berjalan beriringan dengan pelestarian alam sebagai warisan bagi anak cucu kita,” ujar Joe dengan nada optimistis. (*)

ADVERTISEMENT
Terbaru

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.